Kamis, 22 November 2012

Biografi Sandiaga Uno

Sandiaga Salahudin Uno atau sering dipanggil Sandiaga Uno atau Sandi Uno adalah pengusaha muda dan ternama asal Indonesia. Sering hadir di acara seminar-seminar, Sandi Uno memberikan pembekalan tentang jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), utamanya pada pemuda. Sandi lahir di Rumbai, Pekanbaru, 28 Juni 1969.
sandiaga-uno

Biografi Sandiaga Uno dari Biografi Web

Sandi Uno memulai usahanya setelah sempat menjadi seorang pengangguran ketika perusahaan yang mempekerjakannya bangkrut. Bersama rekannya, Sandi Uno mendirikan sebuah perusahaan di bidang keuangan, PT Saratoga Advisor. Usaha tersebut terbukti sukses dan telah mengambil alih beberapa perusahaan lain. Pada tahun 2009, Sandi Uno tercatat sebagai orang terkaya urutan ke-29 di Indonesia menurut majalah Forbes.
Di Indonesia, relatif amat susah mencari orang sukses dalam usia yang relatif muda, setidaknya dalam usia di bawah 40 tahun. Namun demikian, diantara susahnya menemukan orang sukses tersebut, muncul milyarder muda, Sandiaga Salahuddin Uno.
Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) pasti kenal dengan sosok Sandiaga S. Uno. Dia telah lengser dari jabatan ketua umum pusat organisasi yang beranggota lebih dari 30 ribu pengusaha itu.
Sandi -demikian penyandang gelar MBA dari The George Washington University itu biasa disapa- tercatat sebagai orang terkaya ke-63 di Indonesia versi Globe Asia. Kekayaannya USD 245 juta.
Sandi menyatakan tak disiapkan untuk menjadi pebisnis oleh orang tuanya. ”Orang tua lebih suka saya bekerja di perusahaan, tidak terjun langsung menjadi wirausaha,” ujar pria penggemar basket itu.
”Menjadi pengusaha itu pilihan terakhir,” akunya. Karena itulah, dia tak berpikir menjadi pengusaha seperti yang telah dilakoni selama satu dekade ini. ”Saya ini pengusaha kecelakaan,” katanya, lantas tertawa.
Kiprah bisnis Sandi kini dibentangkan lewat Grup Saratoga dan Recapital. Bisnisnya menggurita, mulai pertambangan, infrastruktur, perkebunan, hingga asuransi. Namun, dia masih punya cita-cita soal pengembangan bisnisnya. “Saya ingin masuk ke sektor consumer goods. Dalam 5-10 tahun mendatang, bisnis di sektor tersebut sangat prospektif,” katanya, optimistis.
Seorang pebisnis, kata dia, memang harus selalu berpikir jangka panjang. Bahkan, berpikir di luar koridor, berpikir apa yang tidak pernah terlintas di benak orang. “Mikir-nya memang harus jangka panjang.”
Dia mencontohkan, dirinya masuk ke sektor pertambangan awal 2000. Saat itu, sektor tersebut belum se-booming sekarang. ”Jadi, ketika sektor itu sekarang naik, kami sudah punya duluan,” ujarnya.
Sandi semula adalah pekerja kantoran. Pascalulus kuliah di The Wichita State University, Kansas, Amerika Serikat, pada 1990, Sandi mendapat kepercayaan dari perintis Grup Astra William Soeryadjaja untuk bergabung ke Bank Summa. Itulah awal Sandi terus bekerja sama dengan keluarga taipan tersebut. ”Guru saya adalah Om William (William Soeryadjaja, Red),” tutur pria kelahiran 28 Juni 1969 itu.
Bapak dua anak itu kemudian sedikit terdiam. Pandangannya dilayangkan ke luar ruang, memandangi gedung-gedung menjulang di kawasan Mega Kuningan. ”Saya masih ingat, sering didudukkan sama beliau (William Soeryadjaja, Red). Kami berdiskusi lama, bisa berjam-jam. Jiwa wirausahanya sangat tangguh,” kenangnya. William tanpa pelit membagikan ilmu bisnisnya kepada Sandi. Dia benar-benar mengingatnya karena itulah titik awal dia mengetahui kerasnya dunia bisnis.
Di tanah air, Sandi hanya bertahan satu setengah warsa. Dia harus kembali ke AS karena mendapat beasiswa dari bank tempatnya bekerja. Dia pun kembali duduk di bangku kuliah The George Washington University, Washington. Saat itulah, fase-fase sulit harus dia hadapi. Bank Summa ditutup. Sandi yang merasa berutang budi ikut membantu penyelesaian masalah di Bank Summa.
Sandi kemudian sempat bekerja di sebuah perusahaan migas di Kanada. Dia juga bekerja di perusahaan investasi di Singapura. ”Saya memang ingin fokus di bidang yang saya tekuni semasa kuliah, yaitu pengelolaan investasi,” tutur ayah dari Anneesha Atheera dan Amyra Atheefa itu.
Mapan sejenak, Sandi kembali terempas. Perusahaan tempat dia bekerja tutup. Mau tidak mau, dia kembali ke tanah air. ”Saya berangkat dari nol. Bahkan, kembali dari luar negeri, saya masih numpang orang tua,” katanya.
Sandi mengakui, dirinya semula kaget dengan perubahan kehidupannya. ”Biasanya saya dapat gaji setiap bulan, tapi sekarang berpikir bagaimana bisa survive,” tutur pria kelahiran Rumbai itu. Apalagi, ketika itu krisis.
Dia kemudian menggandeng rekan sekolah semasa SMA, Rosan Roeslani, mendirikan PT Recapital Advisors. Pertautan akrabnya dengan keluarga Soeryadjaja membawa Sandi mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya bersama anak William, Edwin Soeryadjaja. Saratoga punya saham besar di PT Adaro Energy Tbk, perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia yang punya cadangan 928 juta ton batu bara.
Bisa dibilang, krisis membawa berkah bagi Sandi. ”Saya selalu yakin, setiap masalah pasti ada solusinya,” katanya. Sandi mampu ”memanfaatkan” momentum krisis untuk mengepakkan sayap bisnis. Saat itu banyak perusahaan papan atas yang tersuruk tak berdaya. Nilai aset-aset mereka pun runtuh. Perusahaan investasi yang didirikan Sandi dan kolega-koleganya segera menyusun rencana. Mereka meyakinkan investor-investor mancanegara agar mau menyuntikkan dana ke tanah air. ”Itu yang paling sulit, bagaimana meyakinkan bahwa Indonesia masih punya prospek.”
Mereka membeli perusahaan-perusahaan yang sudah di ujung tanduk itu dan berada dalam perawatan BPPN -lantas berganti PPA-. Kemudian, mereka menjual perusahaan itu kembali ketika sudah stabil dan menghasilkan keuntungan. Dari bisnis itulah, nama Sandi mencuat dan pundi-pundi rupiah dikantonginya.
Sandi terlibat dalam banyak pembelian maupun refinancing perusahaan-perusahaan. Misalnya, mengakuisisi Adaro, BTPN, hingga Hotel Grand Kemang. Dari situlah, kepakan sayap bisnis Sandi melebar hingga kini.

Terpaksa ke Mal demi Anak

Sandiaga S. Uno adalah citra kesuksesan. Semua orang tahu hal itu. Namun, di balik aktivitasnya yang padat, dia merasa berdosa kepada keluarga. Sebab, waktunya hampir habis tersita untuk aktivitas bisnis dan organisasi. “Saya merasa nggak adil sama keluarga. Saya kerja begini untuk siapa? Rasanya ada yang hilang,” tutur Sandi.
Sandi mengaku, biasanya menjadikan Sabtu-Minggu sebagai hari untuk keluarga. Itu pun sangat terbatas. “Saya paling suka ke Senayan. Pasti Sabtu olahraga bareng keluarga di sana. Pagi lari, agak siang sedikit pukul-pukul bola, golf,” ceritanya.
Kemudian, biasanya mereka sekeluarga jalan-jalan ke mal. “Sebenarnya, saya paling nggak suka ke mal. Tapi, ya sedikit menyenangkan anaklah,” kata Sandi yang mengaku tak tertarik terjun ke dunia politik.
Sandi lantas tertawa mengingat polah lucu sang anak itu. “Jujur, saya selalu ingin ada di samping mereka. Saya ingin memberikan yang terbaik,” tambahnya dengan mimik serius.
Karena itu, Sandi kerap berangan-angan bahwa sehari itu bukan 24 jam. “Seandainya sehari itu ditambah empat jam saja, tambahan empat jam tersebut akan saya habiskan bersama keluarga,” tegasnya.

Biodata Sang Miliarder

Nama Lengkap : Sandiaga Salahuddin Uno
Tempat/tanggal lahir : Rumbai, 28 Juni 1969
Pendidikan Formal :
  • Bachelor of Business Administration, The Wichita State University, Kansas, AS, lulus 1990
  • Master of Business Administration, The George Washington Univ., Washington, AS, lulus 92
Pengalaman Kerja
  • Summa Group, Jakarta (Mei 1990-Juni 1993)
  • Seapower Asia Investment Limited, Singapura (Juli 1993-April 1994)
  • MP Holding Limited Group, Singapura (Mei 1994-Agustus 1995)
  • NTI Resources Limited, Calgary, Canada (September 1995-April 1998)
  • PT Saratoga Investama Sedaya (April 1998- sekarang)
 Air Asia & Tony Fernandes
 
Jakarta - Tumbuh pesatnya penerbangan murah tidak lepas dari daya juang AirAsia, maskapai Low Cost Carrier (LCC) asal Malaysia. Maskapai penerbangan 'Si Merah' ini terbukti mampu meramu strategi 'marketing hemat' yang digagas Tony Fernandes. Kini AirAsia pun terlihat bernafsu menginvasi industri aviasi dalam negeri.

AirAsia serasa tidak gentar dengan maskapai penerbangan lokal yang telah lebih dahulu menguasai Indonesia. Usai AirAsia Berhad mendirikan anak usaha PT Indonesia AirAsia, bersama mitra lokalnya PT Fersindo Nusaperkasa, 'Si Merah' makin agresif. Pergerakan terbaru adalah membeli saham mayoritas maskapai penerbangan lokal Batavia Air. Bersama Fersindo, AirAsia Berhad bahkan akan menguasai 100% saham Batavia di Maret 2012.

Bagaikan dua sisi mata uang, dua airlines brand ini menjadi senjata ampuh Tony yang kini menjabat sebagai Chief Executive Officer Grup AirAsia. AirAsia fokus pada pelayanan penerbangan intra Asean, sedangkan Batavia Air meneruskan ekspasi rute di dalam negeri.

Mimpi Tony memang tidak berhenti sampai di situ. Setelah menguasai Asean, AirAsia membidik Asia sebagai pasar potensial. Cita-cita tertingginya bahkan mensejajarkan merek AirAsia seperti Coca-Cola, seluruh manusia di dunia saat melihat pesawat dengan dominasi warna merah, itu adalah AirAsia.

detikFinance punya kesempatan berbincang santai dengan Tony di sela-sela kesibukan barunya di kantor Jakarta. Pria yang selalu terlihat riang ini mengungkapkan strategi jangka panjang AirAsia di masa mendatang. Ingin tahu?

AirAsia sudah banyak dikenal masyarakat dengan harga promo tiketnya dan terbukti sukses. Lalu bagaimana Anda bersama Tim menjaga strategi tiket murah di masa mendatang, di tengah makin banyaknya maskapai LCC?

Dalam menjalankan bisnis, AirAsia hanya bertumpu pada empat cara. Pertama, aset berupa pesawat yang terus kita perbarui. Kedua, sumber daya manusia dan ini sangat penting untuk menyukseskan strategi yang telah disusun. Kita melakukan kerja sama yang sangat baik, tidak hanya antara tim marketing dengan para pilot, tapi juga teknisi.

Ketiga, digital. Kami mengandalkan teknologi digital dalam menjalankan marketing dan branding. Ini tentu menekan biaya. Dengan memanfaatkan teknologi tingkat keterkenalan AirAsia saya rasa jauh lebihi

Lion Air. Kami ada di Inggris, Jepang. Kami memiliki pelanggan yang banyak. Orang akan lebih kenal AirAsia dibandingkan Lion.

Keempat, disiplin. Kami selalu menjalankan bisnis yang sama sejak awal berdiri. Sejak 10 tahun lalu dan hingga kini kita bisa melihat makin banyak maskapai penerbangan yang muncul. Empat kunci sukses ini menjadi andalan kita dan akan tetap dipertahankan. Khusus internet, bisa terlihat pertumbuhannya sangat tinggi di Asia. Internet menjadi nilai positif sendiri untuk menekan biaya.

Selain itu internet juga mendekatkan kita dengan pelanggan, dengan memanfaatkan facebook dan twitter. Kini kami memiliki Mobile Application. Airlines dan digital, inilah saatnya.

Salah satu faktor yang telah disebutkan adalah pesawat. Seberapa penting peremajaan pesawat bagi AirAsia?

Pesawat memang menjadi salah satu faktor. Itu pula menjadi alasan kami terus melakukan pembelian pesawat. Karena pesawat baru yang baru pakai saat ini, dalam waktu 10 tahun dari sekarang itu sudah

Saat ini kami memiliki 104 pesawat Airbus A320, juga A330, A340. Mulai saat ini hingga 2016 kami akan menambah terus termasuk 250 pesawat Airbus A320neo, dan potensial penambhan 100 pesawat neo. Hingga kami akan miliki 575 armada. Tapi ini akan menjadi tua pada 10 tahun ke depan.

Saya perkirakan penambahan yang telah kami rencanakan cukup utuk tujuh tahun ke depan. Penambahan ini hanya untuk AirAsia, tidak termasuk Batavia Air.

Pesawat yang Anda maksud merupakan jenis terbaru A320 'Sharklets'?

Tentu ini menjadi bagian dari itu (pembelian Airbus A320). Dan dengan jenis ini dapat menekan biaya fuel kita.

Penambahan pesawat jenis Airbus A320 ini untuk mendukung ekspansi bisnis di Indonesia?

Memang sebagian besar untuk Indonesia. Ini juga menjadi alasan saya meninggalkan Malaysia, karena disana pangsa pasarnya hanya 25 juta orang dengan maskapai yang sudah sangat besar. Dengan yang terjadi saat ini, mau berapa besar lagi peningkatannya!

Sedangkan Indonesia memiliki pangsa pasar 300 juta orang. Wow! Ini kenapa kami datang. Kita bisa mengkreasi (rute) seperti Bali. Tidak hanya itu, tapi Bandung, Lombok, Medan, Sulawesi. Masih banyak peluang.

Saat Batavia Air sudah dikuasi, apa yang akan dilakukan AirAsia untuk mengembangkan bisnis Batavia?

Apa yang selama ini dilakukan Batavia Air sangat luar biasa. Ini menjadi kesempatan kami untuk semakin mengembangkan industri Aviasi. pak Yudi (Yudiawan Tansari-pendiri Batavia Air) telah belajar banyak dengan melakukan pembukaan rute-rute baru.

Industri semakin berkembang, dimana rata-rata pertumbuhan 10% per tahun. Dan kami menjadi bagian dari itu. Melalui Batavia pengembangan kami tidak akan berhenti, setelah Bandung, Surabaya dan Medan. Banyak yang akan kita lakukan.

Apa yang kami lakukan di AirAsia, dengan kekuatan frekuensi penerbangan yang baik dan kreativitas. Itu akan kami kerjakan untuk menjaga pelanggan karena kini masyarakat semakin banyak pilihan seperti Lion, Sriwijaya, Batavia, Garuda. Meski Garuda saya akui besar dan memiliki banyak uang.

Garuda bagus dan fokus pada kualitas produk. Namun untuk kelas ekonomi, saya yakin yang terbaik.

Dalam pengembangan bisnis di Indonesia, tentu harus mengetahui karakter masyarakatnya, agar strategi yang disusun dapat diterima pasar. Bagaimana menentukan AirAsia hal tersebut?

Masyarakat Indonesia terbagi dua. Pertama mereka yang muda dan terbuka akan seluruh pandangan dan mau berkompetisi. Kedua masyarakat tradisional. Namun saya optimis seiring pertumbuhan angkatan mudah yang besar di Indonesia. Meski pada bagian lain kita masih dihadapi oleh permasalahan birokrasi, dan infrastruktur. Secara perlahan kita bisa mengubahnya. Saya optimis.

Persaingan nampaknya semakin berat bagi AirAsia, dengan kabar terakhir hadirnya Malindo Airways, kolaborasi Lion Air yang menggandeng National Aerospace & Defence Industries (NADI) Malaysia. Apakah ini menjadi ancaman?

Saya tidak terlalu khawatir akan Malindo. Kita belum tahu secara pasti Malindo kompit dengan pasar kami di LCC atau Hybrid Carrier. Saya duga Malaysian Airways menjadi bidikan Malindo.

Namun jika model bisnisnya Hybrid, akan sangat sulit berkompetisi dari sisi biaya. Terlepas dari adanya Malindo atau siapapun maskapai penerbangan, kompetisi sudah menjadi 'makanan' kita. Pasar Asia adalah masa depan kita.

Malindo akan melawan AirAsia, saya pikir bagus. Jika saat mereka kehilangan pasar di Malaysia, tentu akan kembali ke Indonesia. Saya tidak yakin Malindo dapat menggerus laba kami. Bukan berfikir kami kehilangan dollar, tapi kami akan mendatangkan uang lebih banyak.

Saya akan menyerang dua (Malindo) denga dua cara. Saya sekarang di Jakarta dan siap bertarung.

Bagaimana pandangan AirAsia tentang kesiapan bandara di Indonesia guna mendukung pertumbuhan industri penerbangan?

Saya pikir saat ini berjalan positif. Dan sudah terjadi pembangunan di Bali juga Medan dan Surabaya.

Meski sebelumnya infrastruktur adalah persoalan klasik, seperti pembangunan jalan tol, pelabuhan dan bandara. Namun kami berharap pemerintah memprioritaskan bandara dalam pembangunannya.

Karena dengan hadirnya bandara membawa keuntungan jangka panjang bagi Indonesia. Investasi yang datang akan semakin besar.

Sebagai pribadi, tentu sibukan Tony Fernandes sangat tinggi. Bagaimana Anda membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga?

Saya tetap melakukan apa yang saya suka, menikmati olahraga dengan menonton siaran di televisi dan menikmati hidup dengan musik. Saya rasa Indonesia memiliki musik yang lebih baik dibandingkan Malaysia.

Saya sering melihat musisi dengan kualitas baik, seperti jazz atau lainnya di Blok-M. Olahraga pun demikian saat berkunjung ke Surabaya dalam rangkaian acara QPR, saya sangat terkesan dengan Bonek.

Namun yang saya tidak biasa dengan kemacetan Jakarta yang, kita tahu bersama. Terlebih saat akhir pekan. Macet harus segera diatasi dengan membangun transportasi publik yang baik, seperti di Malaysia. Jakarta harus menjadi kota modern.

Saya pun tidak kehilangan waktu dengan keluarga, mereka adalah segalanya. Saya bisa pergi dengan cepat untuk menemui anak-anak saya yang ada di Inggris yang sedang sekolah dan kuliah disana.

Kita sekarang hidup di dunia modern dan dapat dengan mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Hari ini saya di Jakarta, lalu di London.

Apa ada mimpi seorang Tony yang belum tercapai?

Saya memiliki banyak mimpi dan itu terus saya tanamkan. AirAsia saya memiliki impian untuk memiliki 1000 pesawat di masa mendatang. Selanjutnya memilik klub sepakbola QPR dan tim Formula 1. Wow, ini adalah hidup yang sempurna bagi saya.

AirAsia tentu tidak berhenti. Masih ada potensi yang terbuka di negara China dan India. Satu waktu saya ingin AirAsia seperti CocaCola. Dimanapun Anda berada pasti akan menemui AirAsia. Termasuk Brasil. Suatu saat orang-orang di sana akan mengenal saya.